Beberapa hari yang lalu social media di Tanah Air diramaikan oleh berita masuk islamnya seorang public figure yang namanya terkenal dimana-mana. Dengan slogan terkenalnya “smart people” dia selalu mencoba untuk memberikan pandangan-pandangan positive kepada Masyarakat Indonesia di tanah air, terlebih soal tontonan-tontonan yang kurang mendidik. Dia beberapa kali menyampaikan protes kepada KPI soal tontonan-tontonan tersebut. Kita berdoa semoga beliau bisa istiqomah diatas jalanNya dan lebih bisa memberikan banyak kontribusi bagi agama dan bangsa. Karena Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah bersabda :
«فَخِيَارُكُمْ فِي الجَاهِلِيَّةِ خِيَارُكُمْ فِي الإِسْلاَمِ إِذَا فَقُهُوا»
Sebaik-baiknya kalian pada masa jahiliyah adalah yang terbaik di antara kalian pada masa Islam, jika mereka paham agama. (HR. Bukhari No. 3384, dari Abu Hurairah)
Tapi sayang masih banyak dari kita yang sering memandang para muallaf sebelah mata dan dengan sombongnya berkata, “Ah, siapa sih dia? Baru juga masuk islam. Lah saya udah islam dari lahir, pasti banyakan amalan saya dong.” Padahal keberkahan waktu bukan soal berapa panjang usia seseorang atau seberapa banyak amalan yang sudah dikerjakan. Dalam hal ini angka tidak banyak berarti. Umat Nabi Muhammad adalah umat dengan rata-rata usia paling pendek jika dibandingkan dengan umat nabi-nabi yang lain. Tapi Umat siapa yang akan pertama kali menginjakkan kakinya di surga ?
Teringat olehku sebuah kisah yang tercatat oleh tinta emas sejarah nabi, yang menunjukkan bahwa letak bernilainya amalan itu bukanlah pada banyaknya tapi pada kandungan kebaikannya, meskipun sedikit. Kisah seorang sahabat yang sama sekali belum pernah sujud untuk Allah selama hidupnya tapi dikatakan oleh Rasul bahwasanya ia termasuk ahli surga.
Ia adalah Amr bin Uqaisy, seorang sahabat dari Bani Ashal. Ketika cahaya islam mulai menerangi kota Madinah dan para penduduk disana berbondong-bondong untuk memeluk agama islam, Amr bin Uqaisy masih menutup mata dan enggan untuk bergabung bersama yang lainnya. Kecintaannya terhadap dunia lah yang membuat ia enggan masuk kedalam Islam. Ia banyak berurusan dengan harta riba dan Islam sangat menentang praktek ribawi, makanya ia sentimen terhadap islam. Tapi yang namanya Hidayah bisa datang kapan saja dan kepada siapa saja yang Allah kehendaki.
Saat terjadi Perang Uhud pada tahun ke 3 H, Amr bin Uqaisy terlalu sibuk dengan urusan dunianya. Sampai-sampai Amr bin Uqaisy tidak tau menau soal perang Uhud tersebut. Maka ketika perang uhud sedang berkecamuk, Amr bin uqaisy hendak mengunjungi tempat tinggal beberapa kerabat dan teman-temannya yang ada di Madinah. Alangkah terkejutnya dia ketika tidak mendapati seorangpun yang ia cari ada dirumahnya. Kemudian ketika ia sedang dalam posisi keherenan, ada yang memberitahu bahwasanya orang-orang yang ia cari sedang berperang di bukit Uhud.
Ketika itu juga hatinya terketuk. Ia bergegas mengenakan baju besi dan memacu kudanya dengan cepat menuju bukit Uhud. Sesampainya di bukit Uhud, kaum Muslimin yang masih mengira Amr bin Uqais adalah seorang kafir segera menyuruhnya menjauh dari barisan kaum muslimin, “Wahai Amr, menjauhlah dari kami.” Namun Amr bin Uqais dengan mantap menjawab, “Aku telah beriman.”
Amr bin Uqais dengan gagahnya terus merangsek masuk kedalam barisan musuh. Ketika perang selesai berkecamuk, para Sahabat menyusuri sekitar medan perang untuk mencari korban-korban dari kaum muslimin. Maka saat itu juga para sahabat menemukan Amr bin Uqais tergeletak lemah dengan banyak luka di tubuhnya. Para sahabat langsung mengantarkan Amr bin Uqais ke rumah keluarganya.
Sa’ad bin Muadz datang menjenguk Amr bin Uqais di rumahnya. Ia berkata kepada saudara Amr bin Uqaisy, “Tolong tanyakan pada saudaramu, apakah ia berperang karena ingin membantu kaumnya atau karena Allah dan Rasul-Nya?” ketika ditanyakan kepada Amr bin Uqais dia menjawab, “Karena Allah dan Rasul-Nya.”
Tidak berselang lama setelah itu, disebabkan luka yang amat parah, akhirnya Amr bin Uqaisy meninggal dunia dan masuk surga. Padahal ia belum pernah sekalipun meletakkan keningnya ke tanah.
Amr bin Uqaisy berhasil menjemput momentum terbaik atas izin Allah ta’ala. Kisah ini mengajarkan kita banyak hal. Selain mengajarkan kita untuk selalu berprasangka baik dan tidak mudah men-judge seseorang, kisah ini juga memberitahu kita bahwasanya point terpenting dalam setiap amalan adalah bukan banyaknya. Tapi ketulusan, kesungguhan, dan keikhlasannya.
Sedikit tapi berkualitas, kan mantap tuh. Tapi jangan sampai malah menjadikan kita mencukupkan diri dengan amalan yang sedikit. Seharusnya yang ada dalam mindset kita sekarang adalah, “Yang sedikit tapi berkualitas aja udah mantap. Bagaimana kalau banyak dan berkualitas? Rahmat Allah InsyaAllah bakal mengalir deras nih.”
Maka untuk kita-kita yang baru mulai lagi belajar agama, jangan pernah minder dengan meraka yang sudah lebih dulu belajar dari kita. Karena kita belum tentu lebih buruk dari mereka dan mereka belum tentu lebih baik dari kita.
Dan untuk kalian-kalian yang sudah belajar lebih dulu, jangan pernah puas ya. Aku yakin rasa itu pasti ada. Karena memang begitu tabiat manusia. Tapi menepis rasa itu bukan perkara sulit. Cukup kalian ingat, bahwasanya Iblis dikeluarkan dari SurgaNya Allah karena kalimat “Ana Khoirun Minhu (aku lebih baik darinya).”
Maka alangkah indahnya jika kita semua saling rangkul dan saling mengingatkan. Masing-masing menyisihkan ego dan jalan bersama-sama menuju RidhoNya. Yang mengingatkan jangan sampai memojokkan dan yang diingatkan jangan malah gengsian. Yuk saling rangkul dan saling mengingatkan.
“Demi masa (1) Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian (2) Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, serta saling menasihati untuk kebenaran, dan saling menasihati untuk kesabaran (3)” ( Qs Al Ashr : 1-3 )
Semakin bagus tulisannya Bib.. Terus berkarya ya, menabung amal bisa lewat tulisan yang menginspirasi.. Berbuat baik (sedekah) bukan soal materi, tapi ketulusan hati.. Good anak muda!
Terimakasih banyak panutan. Doakan semoga istoqomah berbagi. Aamin.