Untukmu dan untukku yang sedang dalam satu keadaan. Sama-sama sedang menggantungkan banyak harapan. Melangitkan banyak “semoga” pada IA Yang Maha mampu mengabulkan seluruh permohonan.
Ketika kamu dibuat lelah oleh panjangnya penantian. Tapi selalu berusaha untuk tetap menjaga rasa husnudzon pada setiap keputusan. Yakin bahwasanya akan ada pelangi setelah derasnya hujan. Semoga lanjutan dari cerita sahabatku Riri bisa membantumu meneguhkan keyakinan.
( Jika belum baca cerita sebelumnya, maka bisa dibaca di https://labibmuayyad.wordpress.com/2019/05/18/untuknya/ )
Begini tutur Riri, saat ia melanjutkan kisahnya,
Selepas kepergian Ayah menghadap sang Kholiq, banyak sekali hal yang berubah dalam keluarga kami. Terutama dalam hal ekonomi. Bagaimana tidak, tabungan keluarga kami terkuras habis untuk melawan cancer Ayah. Anggota keluarga kami pun sekarang tinggal perempuan semua. Alhasil, Ibu lah yang terpaksa jadi tulang punggung keluarga. Sejak saat itu, Ibu selalu berusaha terlihat tabah dan perkasa. Meskipun dari binar matanya dapat ku tangkap bahwa perasaan sedih itu selalu ada.
Aku pun mencoba untuk bersikap dewasa. Berusaha untuk meringankan beban yang Ibu pikul di pundaknya. Apapun yang bisa aku lakukan untuk membantu ibu, maka akan ku lakukan. Tak pernah malu aku untuk berjualan nasi bungkus di sekolah. Tak pernah gengsi untuk menjajakan makanan-makanan ringan kepada teman-teman saat waktu istirahat.
Saat aku berhasil menuntaskan masa study SMA ku, aku bertekad untuk membantu Ibu menopang perekonomian keluarga. Aku berusaha meyakinkan Ibu bahwasanya aku tidak akan lanjut kuliah. Aku akan mencari kerja dan mengumpulkan pundi-pundi rupiah demi mengasapkan dapur rumah. Tapi sekeras apapun aku meyakinkannya, Ibu akan lebih keras menolak keinginanku. Ibu ingin aku tetap lanjut kuliah dan mewujudkan keinginan Ayah agar aku menjadi seorang guru. Well.. Aku turuti kemauan Ibu.
Saat masa-masa aku kuliah, kondisi perekonomian keluargaku semakin parah. Sampai akhirnya rumah kami terpaksa Ibu jual. Ibu dan adikku pindah ke kampung, sedangkan aku tetap tinggal di kota untuk melanjutkan kuliah.
Aku hidup di kota seorang diri. Saat itu, Tupperware, gamis, mukenah, kaos kaki, salep jerawat atau apapun yang bisa aku jual maka akan aku jual. Bahkan, disaat teman-teman kuliahku sedang menselonjorkan kakinya di rumah atau perawatan di kala weekend, aku harus berdiri di bawah terik matahari pagi untuk berjualan air mineral di car free day. Coba kamu bayangkan, seorang mantan ketua OSIS, mantan siswi berprestasi dan mantan lulusan terbaik setelah lulus sekolah malah berjualan air mineral di car free day. Apa aku gengsi? Tidak! Semua itu aku lakukan demi bisa membeli buku-buku pelajaran atau untuk sekedar jajan. Dan Aku berkeyakinan bahwasanya gengsi itu membunuhmu.
Disaat teman-teman mengajakku main, nonton bioskop atau sekedar nongkrong di kafe aku selalu mundur cantik. Karena memang uangku cukup untuk makan sehari-hari saja. Awalnya mereka sedikit kesal karena susah sekali aku diajak main. Tapi akhirnya mereka paham. Disaat kondisi yang seperti ini lah aku selalu berdoa, “Ya Allah.. Semoga hamba kuat menjalani dan melewati episode ini. Hamba yakin akan ada pelangi setelah hujan.”
Alhamdulillah dengan izin Allah akhirnya aku berhasil menuntaskan kuliahku. Tapi ceritanya tak berhenti disini, karena aku masih harus mencari kerja. Selesai kuliah, aku mendaapat info pelatihan gratis untuk kerja di luar negri. Tapi sayangnya pelatihan itu adanya di luar kota, jadi aku harus bayar kos lagi dan memikirkan biaya hidup sebulan disana. Bismillah dengan sisa uang tabungan yang aku miliki akhirnya aku berangkat bersama dua orang temanku ke tempat pelatihan tersebut.
Selama disana aku benar-benar mengatur keuangan supaya cukup sampai sebulan. Karena memang aku sudah tidak ada tabungan lagi. Kegiatanku hanya belajar, masak, dan setiap waktu mustajab aku ingetkan teman-temanku untuk berdoa. Dan kebetulan saat itu sedang musim hujan, jadi kita berdoa terus supaya lulus test.
Singkat cerita, aku dinyatakan lulus test dan bisa proses keberangkatan ke salah satu negara di Asia Tengah. Tapi ternyata untuk berangkat kesana tidak gratis, aku harus menyiapkan uang belasan juta untuk proses administrasi. Sontak dibuat lemas aku olehnya. Jangankan uang belasan juta, untuk beli bakso saja aku harus berjualan air mineral dulu.
Tapi aku tetap yakin Allah akan memberikanku jalan keluar. Tak henti-henti aku berdoa supaya Allah memberikanku dana dari arah yang tak kusangka-sangka.
Menit berganti jam. Jam berganti hari. Tak juga ku dapatkan jawaban dari doa-doaku selama ini. Aku mulai menangis. Bingung harus bagaimana. Kesempatan langka yang tak mungkin ku biarkan pergi begitu saja. Tapi bagaimana aku bisa mendapatkan dananya. Di waktu-waktu mustajabnya doa tak pernah sekalipun ku lewatkan untuk mengangkat tangan dan meminta.
Akhirnya ku putuskan untuk membuat proposal peminjaman uang yang akan ku ajukan ke beberapa orang yang ku kenal. Aku buang rasa maluku, karena toh suatu saat akan ku ganti.
Target pertamaku adalah dosenku yang benar-benar mengenalku. Tapi sayang, beliau sedang di Luar Negri dan baru bisa ditemui seminggu lagi. Sedangkan aku butuh uang itu secepatnya. Kembali aku harus memutar otak.
Aku berfikir, kira-kira siapa ya target selanjutnya. Setelah mendapatkan orangnya, aku pun sempat ragu. Tapi aku singkirkan rasa gengsi dan ragu itu. Ku pakai helmku dan ku angkat standar motorku dengan kaki. Lalu aku starter dan aku tarik gas motorku mantap menuju rumah orangtua salah satu sahabatku. Kebetulan dia adalah orang yang berada.
Beberapa meter sebelum sampai rumah yang kutuju aku sempet hentikan motorku, rasa ragu itu datang lagi. Tapi tiba-tiba langit menumpahkan airnya rintik-rintik. Seolah memberiku isyarat untuk tetap maju ke rumah sahabatku.
“Assalamualaikum..” Aku mengetuk pintu.
“Wa’alaikumussalam.. silahkan masuk ri.” Tante Marsha yang sebelumnya sudah ku kabari mempersilahkanku masuk.
Aku disambut dengan secangkir teh hangat. Serasi sekali dengan cuaca di luar yang sedang hujan. Setelah berbasa-basi, aku menceritakan kepada Tante Marsha perjalanan hidupku beberapa tahun kebelakang. Mulai dari Ayah meninggal, Ibu yang menjadi tulang punggung keluarga sampai perjuangan ku untuk tetap bisa kuliah. Karena memang sudah cukup lama aku tidak bertemu dengan tante Marsha. Tak terasa kami pun menangis bersama, melengkapi suasana hujan di luar rumah.
Setelah aku menyampaikan maksud kedatanganku, Tante Marsha menyanggupi bisa meminjamkan dana yang kubutuhkan. Alhamdulillah perasaanku mulai lega. Tapi sebagai seorang istri ia harus mendapatkan izin suami dulu.
MasyaAllah tak berselang lama, ada mobil berhenti di depan rumah. Ternyata Om Adi suami dari Tante Marsha baru pulang kerja.
“Looh ada Riri di rumah? Kemana aja kamu nak? Kok lama nggk pernah main kesini?” Om Adi menyapaku hangat.
Lalu Tante Marsha menjelaskan maksud kedatanganku ke rumah mereka. Dan aku serahkan proposal yang telah aku buat. Sementara mereka berdiskusi, aku disuruh untuk sholat Isya dulu karena kebetulan memang sudah masuk waktunya.
Setelah selesai sholat. Om dan Tante memberiku jawaban, “Riri, proposalnya kami terima. Riri nggak usah hutang. Karena kami memutuskan untuk membiayai semua kebutuhan keberangkatan Riri. Riri nggak boleh sungkan ya minta uang kebutuhannya.”
Seketika air mataku tumpah. Sesayang ini Allah sama aku. Setelah penantian dan perjuangan panjang, ternyata Allah memberikanku lebih dari yang aku harapkan. Aku dan Tante Marsha berpelukan, kami larut dalam suasana haru.
Sejak saat itu semua dana yang aku butuhkan untuk keberangkatan dicover oleh Tante Marsha dan Om Adi. Sampai akhirnya (ba’dallah) aku bisa bekerja di negara yang sekarang ini. Bertemu dengan banyak orang hebat. Punya murid yang baik-baik.
Dengan penghasilan yang sekarang, Alhamdulillah aku bisa membantu perekonomian Ibu di tanah air, menyekolahkan adik, dan memenuhi kebutuhan keluarga lainnya. Aku juga mulai bisa “menghadiahi” diriku sendiri dengan membeli barang-barang yang bermanfaat. Alhamdulillahilladziy bi ni’matihi tatimmus sholihaat.
ada sebuah perkataan dalam bahasa arab yang mengatakan,
كن لله كما يريد, يكن الله لك فوق ما تريد
Jadilah seperti apa yang Allah inginkan, maka Allah akan ada untukmu lebih dari apa yang kau harapkan.
Salam buat Riri ya
Nanti disampaikan InsyaAllah