Periode ini biasa dikategorikan oleh para ulama sebagai zaman fundamen atau fondasi syariat Islam. Kenapa dikategorikan seperti itu? Karena pada periode ini, Rasulullah ﷺ yang mempunyai wewenang atas dasar wahyu guna pembentukan formulasi hukum masih hidup dan membersamai kaum muslimin. Selain daripada itu, wahyu (Al Quran dan As Sunnah) yang mana keduanya adalah sumber utama syariat islam juga masih terus turun kepada Rasulullah ﷺ. Dua sumber tersebut merupakan fondasi utama bagi perkembangan ilmu fiqih di periode-periode mendatang.
Periode ini berlangsung selama 23 tahun dan terbagi kedalam dua fase:
- Fase Mekkah
Fase ini berlangsung selama 13 tahun. Dimulai ketika Rasulullah ﷺ diutus sebagai Nabi dan Rasul di Mekkah dan berakhir saat beliau hijrah ke Madinah.
Ketika Rasulullah ﷺ diutus di Mekkah, orang-orang Arab terkenal dengan sifat mulia mereka seperti pemberani, menepati janji, menghormati tamu, dll. Hanya saja dalam waktu yang bersamaan, mereka juga terkenal dengan sifat-sifat buruk seperti suka berzina, minum khamr, membunuh anak-anak perempuan, dll.
Pada saat itu juga kondisi Mekkah dipenuhi dengan paganisme atau penyembahan terhadap berhala. Sebenarnya penduduk Mekkah pada awalnya mewarisi ajaran nenek moyang mereka yaitu Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail عليهما السلام. Hanya saja pada suatu waktu ada seseorang yang bernama Amr bin Luhay membawa berhala dari Syam ke Mekkah dan mengajak orang-orang untuk menyembah berhala tersebut. Akhirnya orang-orang Mekkah terjerumus ke dalam kesyirikan. Maka dalam buku-buku sejarah, Amr bin Luhay dikenal sebagai orang yang pertama kali membawa kesyirikan ke kota Mekkah.
Orang-orang Arab pada saat Nabi Muhammad ﷺ diutus kebanyakan tidak bisa baca-tulis sehingga membuat mereka tertinggal dalam hal peradaban dibanding bangsa Persia dan bangsa Romawi. Dalam berhukum, bangsa Arab masih menggunakan hukum adat serta kebiasaan yang berlaku di antara mereka dan tidak ada hukum tertulis yang menjadi sebuah pedoman.
Kondisi umat Islam pada fase Mekkah masih sangat sedikit dan lemah. Kaum muslimin pada saat itu belum bisa berdaulat dan memiliki kekuasaan yang kuat.
Latar belakang inilah yang akhirnya membentuk karakteristik tersendiri bagi dakwah Nabi Muhammad ﷺ selama di fase Mekkah. Adapun beberapa karakteristik dakwah Nabi ﷺ selama di Mekkah adalah sebagai berikut:
- Lebih fokus pada aspek fundamental dari keyakinan seperti perbaikan akidah dan pengesaan Allah ta’ala (tawhid) dibanding hukum-hukum praktis terperinci.
- Lebih banyak mengajak kepada perbaikan moral, nilai dan karakter (akhlaq).
- Banyak menceritakan kisah nabi-nabi dan umat-umat terdahulu.
- Ayat dan surat yang diturunkan pendek-pendek.
- Fase Madinah
Fase ini berlangsung selama 10 tahun. Dimulai sejak Nabi Muhammad ﷺ hijrah dari Mekkah ke Madinah, sampai akhirnya beliau wafat di pangkuan Ibunda Aisyah رضي الله عنها. Pada saat Nabi Muhammad ﷺ sampai ke Madinah, jumlah kaum muslimin sudah cukup banyak, bisa menjadi satu kesatuan yang solid dan memiliki kedaulatan. Mereka hidup berdampingan dengan kaum Yahudi yang memang sebelumnya sudah tinggal di Madinah.
Karena kaum muslimin sudah mulai terlihat kuat, maka ada segelintir orang yang berpura-pura masuk Islam padahal di hatinya ada kebencian dan permusuhan terhadap kaum muslimin. Orang-orang ini dilabeli sebagai orang munafiq.
Hal-hal ini lah yang akhirnya membuat karakteristik dakwah Nabi Muhammad ﷺ di Madinah berbeda dengan karakteristik dakwah beliau di Mekkah. Adapun beberapa ciri-ciri dakwah beliau selama di Madinah sebagai berikut:
- Menitikberatkan pada hukum-hukum terperinci perbuatan manusia seperti: Sholat, zakat, puasa, muamalat, dll.
- Mengajak ahlul kitab untuk masuk ke dalam Islam.
- Menyingkap sifat-sifat orang munafiq dan menjelaskan bahayanya sifat munafiq.
- Ayat-ayat dan surat-surat yang turun di Madinah panjang-panjang karena kebanyakan menjelaskan syariat islam.
Sumber Syariat Islam Pada Fase Ini
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, pada fase ini syariat islam tidak diwahyukan sekaligus dalam satu waktu. Wahyu turun kepada Rasulullah bertahap selama 23 tahun. Sumber hukum asasi pada masa ini ialah Al Quran yang meletakkan prinsip-prinsip umum dan kemudian Nabi ﷺ menjelaskan rinciannya kepada para Sahabat. Jadi pada zaman ini hanya ada dua sumber hukum; Al Quran dan As Sunnah.
- Al Quran
Ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ adalah lima ayat pertama surat Al A’laq. Kemudian turun setelahnya prinsip-prinsip umum syariat Islam dan penjelasan halal haram secara bertahap selama 23 tahun. Ulama menjelaskan hikmah kenapa wahyu diturunkan secara bertahap kepada Rasulullah ﷺ, di antaranya:
- Supaya terus menguatkan hati Rasulullah ﷺ selama berdakwah.
- Memudahkan kaum muslimin untuk menghafal dan mentadabburi ayat-ayatnya.
- Menyesuaikan dengan kondisi dan kejadian-kejadian yang terjadi pada saat itu.
- Syariat diturunkan secara bertahap baik dari segi waktu, penjelasan dan kuantitasnya supaya memudahkan umat manusia mempraktekannya.
Contoh sebuah hukum dalam islam yang ditetapkan secara bertahap adalah hukum meminum khamr (minuman keras). Hukum meminum khamr melewati beberapa tahapan:
- Meminum khamr masih diperbolehkan.
Allah berfirman, “Dan dari buah kurma dan anggur, kamu membuat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang mengerti.” (Qs An Nahl : 67)
- Al Quran mulai menjelaskan bahwasanya khamr memiliki banyak sisi negatif.
Allah berfirman, “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.” (Qs Al Baqarah ; 219)
- Al Quran mulai membatasi konsumsi khamr; tidak diperbolehkan meminum khamr ketika hendak shalat.
Allah berfirman, “Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati sholat, ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan.” (Qs An Nisa: 43)
- Al Quran mengharamkan khamr secara keseluruhan.
Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (Qs Al Maidah: 90)
- As Sunnah
Sumber kedua syariat Islam dalam fase ini ialah As Sunnah. Yang dimaksud As Sunnah di sini ialah sebagaimana yang dijelaskan oleh ushuliyyun:
ما أضيف إلى النبي ﷺ من قول أو فعل أو تقرير الذي يستدل به على الأحكام الشرعية.
“Segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad ﷺ yang hanya berhubungan dengan hukum-hukum islam.”
Sunnah Rasulullah ﷺ memiliki peran penting bagi wahyu ilahi. Di antara peran tersebut ialah:
- Penegas hukum yang ada di Al Quran.
Jadi sudah ada ayat Al Quran yang menerangkan suat hukum, kemudian ditegaskan kembali oleh hadis. Sebagai contoh:
Allah berfirman tentang wajibnya Shalat:
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ﴿ سورة البقرة: الأية ١١٠﴾
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikan zakat.”
Kemudian datang hadis Nabi yang menegaskan hukumnya wajib shalat. Rasulullah ﷺ bersabda:
بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ…
“Islam itu dibangun di atas lima dasar: persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah ta’ala dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat…”
- As Sunnah sebagai penjelas hukum yang ada dalam Al Quran.
Perintah sholat yang ada pada contoh sebelumnya bersifat sangat umum tanpa dijelaskan bagaimana tata caranya. Maka, di sinilah hadis Nabi berperan sebagai penjelas bagi hukum yang masih umum tersebut. Rasulullah ﷺ bersabda:
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي
“Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.”
- Menetapkan hukum baru yang belum ada di Al Quran
Ada beberapa hukum yang tidak disebutkan dala Al Quran, kemudian As Sunnah menetapkan hukum tersebut. Sebagai contoh; Hukum semua perkara yang halal bagi keluarga karena karena keturunan, maka halal juga kepada keluarga susuan, Rasululah ﷺ bersabda:
يحرم من الرضاع ما يحرم من النسب
“Apa yang haram karena nasab bisa menjadi haram juga karena persusuan.”
Apakah Ijtihad Terhitung Sumber Syariat Islam Pada Fase Ini?
Pada fase ini diriwayatkan bahwasanya Nabi dan para sahabat juga berijtihad untuk menentukan sebuah hukum. Lantas timbul pertanyaan, apakah ijtihad ini dihitung sebagai sumber hukum juga pada fase ini atau tidak?
- Ijtihad Nabi
Dalam beberapa kasus Nabi Muhammad ﷺ berijtihad dalam berhukum. Namun tentunya ini tidak lepas dari dua kondisi; Kondisi pertama, Nabi berijtihad sesuai dengan ilham yang diberikan Allah ta’ala. Kondisi kedua, Nabi berijtihad tidak dengan ilham dari Allah ta’ala namun setelahnya akan datang ilham dari Allah ta’ala yang menegaskan hasli ijtihad beliau atau membimbingnya ke pendapat yang lebih baik. Maka dari sini kita bisa menyimpulkan bahwasanya ijtihad Nabi masih masuk ke dalam As Sunnah dan bukan sumber hukum tersendiri.
- Ijtihad Sahabat
Banyak riwayat yang menjelaskan bahwasanya beberapa kali para sahabat juga melakukan ijtihad. Riwayat yang paling terkenal adalah ketika selesai perang khandaq dan kaum muslimin ingin mengepung Yahudi Bani Quraidhah, Rasulullah ﷺ pada saat itu berkata kepada para Sahabat, “Tidaklah seseorang dari kalian shalat ashar kecuali di pemukiman Bani Quraidhah.”
Ketika di tengah perjalanan menuju pemukiman Bani Quraidhah, masuk waktu ashar. Para Sahabat berijtihad dalam memahami perkataan Rasulullah ﷺ tersebut. Sebagian Sahabat mengakhirkan shalat asharnya karena mereka memahami perkataan Rasul dengan pemahaman bahwasanya tidak boleh mereka shalat ashar kecuali shalat tersebut didirikan di pemukiman Bani Quraidhah. Sebagian Sahabat yang lain langsung menyegerakan shalat ashar walaupun belum sampai di pemukiman Bani Quraidhah. Karena yang mereka pahami dari perkataan Rasul adalah arahan untuk segera sampai ke pemukiman Bani Quraidhah sebelum waktu ashar, bukan larangan shalat ashar sebelum sampai di pemukiman Bani Quraidhah. Ketika mereka bertemu Rasulullah disampaikan lah hal tersebut ke Rasulullah dan Rasulullah tidak mengingkari keduanya.
Dari sini kita bisa memahami bahwasanya walaupun para Sahabat pada fase ini sudah berijtihad, tetapi ujung-ujungnya akan dikembalikan ke Rasulullah ﷺ dan ketika Rasulullah menetapkan apakah ijtihad para Sahabat sudah benar atau belum, maka ini termasuk ke dalam Sunnah Taqririyah. Jadi ijtihad para Sahabat pada masa ini juga tidak terhitung sebagai sumber syariat.
Kesimpulan
Pada fase ini sumber syariat Islam terbatas pada dua sumber; Al Quran dan As Sunnah. Sedangkah Ijtihad Nabi dan Ijtihad Sahabat tidak bisa dikategorikan sebagai sumber hukum tersendiri pada fase ini.
Wallahu a’lam..