Ada satu fakta tak yang tak dapat kita pungkiri, bahwasanya manusia adalah makhluk sosial yang tak dapat hidup sendiri. Naluri untuk selalu ingin bersama dan membutuhkan orang lain sudah ada sejak dini. Karena memang sejak awal episode kehidupan ini kita tak pernah bisa hanya bergantung pada tangan dan kaki sendiri. Bagaimana saat pertama kali kita terlahir ke dunia ini? Atau bagaimana saat kita akan meninggalkan dunia nanti? Siapa yang memandikan kita pertama kali? Dan Siapa yang akan memandikan kita terakhir kali? Semua itu mustahil kita lakukan secara mandiri. Orang lain yang membantu kita melakukannya. Makanya Adam Smith menyebut manusia dengan Homo Homini Socius, yang berarti manusia menjadi sahabat bagi manusia lainnya.
Sebagai makhluk sosial, terkadang keinginan seseorang untuk diakui oleh lingkungannya susah terkontrol. Mau itu perbuatan baik atau buruk, Suka atau tidak suka, selama itu bisa membuatnya diterima maka ia akan berusaha melakukannya. Biar dibilang GAUL sih katanya. Padahal sejatinya kalau kita ingin terlihat gaul di mata manusia itu takkan pernah bisa terpenuhi selamanya. Karena setiap orang punya definisi gaul yang berbeda-beda.
Bertahun-tahun aku hidup di dunia, sering sekali disajikan sebuah realita betapa besarnya pengaruh lingkungan terhadap kepribadian seorang cucu Adam dan Hawa. Ada seorang penghafal Al Quran yang jadi tidak jelas hidupnya karena pengaruh teman. Ada juga yang tidak jelas hidupnya jadi seorang penghafal Al Quran karena pengaruh teman. Makanya pepatah arab mengatakan, “Ash Shohibu saahibun (Teman itu bisa menarik/menyeret).” Ya, teman itu bisa menarik. Kalau tidak menarik kepada kebaikan ya berarti kepada keburukan.
Karena kita makhluk sosial, maka setiap dari kita pasti butuh seorang sahabat. Untuk sekedar menjadi pendengar ketika kita sedang ingin curhat. Atau untuk memberikan motivasi ketika mood sedang tidak bersahabat. Walaupun katanya motivasi dari dalam diri sendiri lah yang lebih bisa menjadi pembakar semangat paling dahsyat. Tapi karena besarnya pengaruh sahabat, kita harus berhati-hati ketika ingin menjadikan seseorang sebagai seorang sahabat. Abi/Umi pernah berpesan, “Berteman boleh dengan siapa saja. Karena semakin banyak teman semakin luas juga jaringan. Tapi lihat siapa yang akan kamu jadikan sahabat. Karena tidak semua teman bisa dijadikan sahabat.”
Maka dari itu salah satu bentuk kasih sayang Allah yang paling luar biasa adalah ketika IA mengirim untuk kita seorang sahabat. Sahabat yang dengannya kita berbagi duka dan suka. Bersamanya mengubah gundah gulana menjadi tawa bahagia. Menjadikan hal-hal sederhana indah dirasa. Menghapus kata sungkan dari kamus bersama. Sahabat yang tidak hanya mengingatkan kita perkara-perkara dunia. Tapi juga selalu mengajak kita untuk memenuhi hak-hak Sang Pencipta. Bersamanya menghasilkan karya-karya. Bersamannya juga mengisi waktu dengan mengumpulkam pundi-pundi pahala. Ketika kamu punya sahabat yang tidak pernah membiarkanmu jauh dari Yang Maha Kuasa, maka fix ia harus kamu jaga. Karena jaman sekarang sudah jarang adanya. Kenapa? Karena biasanya kita suka gengsi ketika ingin saling mengingatkan soal agama. Berkeyakinan bahwasanya itu tugasnya Ustadz/ah saja. Padahal itu sudah menjadi kewajiban kita semua. Maka ketika disisimu ada sahabat seperti itu InsyaAllah kalian akan menjadi sahabat sehidup sesurga.
Setan takkan pernah lelah dan berhenti menggoda kita. Lalu bagaimana ketika kita juga punya sahabat yang menyeru kepada keburukan saja? Mampukah kita menahan dua godaan dalam waktu yang sama?
Dalam Al Quran Allah telah menjalaskan kepada kita bagaimana perbedaan keadaan di akhirat nanti antara orang-orang yang merajut tali persahabatan dengan benang taqwa dan mereka yang berteman karena kepentingan dunia saja.
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (Qs Az-zukhruf : 67)
“Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab (ku). “ (QS Al-Furqan : 28)
“Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Qur’an ketika Al Qur’an itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.” (QS Al-Furqan : 29)
Semoga kamu dan aku bukan termasuk orang-orang yang Allah ceritakan itu. Orang-orang yang menyesal pada hari dimana penyesalan tinggallah penyesalan, karena pada hari itu sudah tidak ada ampunan, yang ada hanya pembalasan.
Imam Hasan Al Bashri رحمه الله pernah berkata, “Perbanyaklah kalian berteman dengan orang-orang Sholeh di dunia, karena mereka akan bermanfaat di akhirat nanti.” Kemudian ada yang bertanya, “Bagaimana mereka akan bermanfaat di akhirat nanti wahai Syekh?”
Maka Imam Hasan Al Bashri رحمه الله menjawab, “Ketika para Ahli surga sudah berada di surga, tiba-tiba mereka teringat sahabat-sahabatnya dahulu di dunia. Lalu salah seorang diantara mereka bertanya, “Apa yang sedang dilakukan sahabatku si Fulan? Dahulu di dunia aku punya sahabat, tapi dimana dia sekarang? Kenapa aku tidak melihatnya disini?” Kemudian dikatakan kepadanya bahwasanya sahabatnya itu berada di Neraka.
Maka berkatalah seorang Mu’min tersebut, “Ya Allah… Sesungguhnya belum terasa sempurna nikmatku di surga kecuali bersamaku disini sahabatku si Fulan.” Maka sesuai permintaannya, Allah memerintahkan supaya si Fulan itu dikeluarkan dari neraka dan dipindahkan ke surga.
Lihat bagaimana bisa si Fulan ini diselamatkan dari Neraka dan dipindahkan ke Surga. Apa karena amalan sholih yang ia kerjakan? Atau karena sholat malam yang ia dirikan? Atau karena ayat-ayat Al Quran yang ia latunkan? Bukan! Tapi ia diselamatkan karena sahabatnya yang di surga memberikan syafaat untuknya.
Maka para Ahli Neraka yang lain ketika melihat si Fulan keluar dari neraka, mereka berkata, “Hah?! siapa yang memberi ia syafaat? Apakah ayahnya seorang syahid? Apakah saudaranya seorang syahid? Atau para Malaikat yang memberikan syafaat untuknya?”
“Tidak, sahabat dialah yang memberikan untuknya syafaat.”
Lalu para Pendukuk Neraka itu berkata penuh penyesalan, ” Maka kami tidak mempunyai pemberi syafaat seorang pun (101) dan tidak pula mempunyai teman yang akrab (102).” (Ash Shu’ara : 101-102)
Maka untukmu sahabatku yang berakhlaq mulia, jika nanti kau tidak menemukanku di surga, tolong katakan pada Allah bahwa kita pernah bersama. Bantu aku menikmati indahnya surga bersamamu juga.
Good joob anak muda, ditunggu cerita selanjutnya
Thank you Mbak muda
MasyaAllah.. tulisan yang menginspirasi ,, untuk memperbanyak sahabat yg sholeh sholeha…
Ditunggu tulisan selanjutnya..
Maka untukmu Keponakanku yang berakhlaq mulia, jika nanti kau tidak menemukanku di surga, tolong katakan pada Allah bahwa kita pernah bersama. Bantu aku menikmati indahnya surga bersamamu juga.
Speechless Om 😥
Mari kita membuat novel bergenre islami, yang sesuai dengan hati. Mari kita jalani. Siapa tahu ini rezeki yang dirahmati oleh sang ilahi.
Ide bagus tuh.