Lathaif Al Ma’arif – Bulan Rajab

Tidak bisa dipungkiri bahwasanya sekarang ini kita lebih terikat dengan penanggalan Masehi dibandingkan penanggalan Hijriah karena memang penanggalan Masehi lebih banyak dipakai oleh masyarakat dunia. Tapi sebagai seorang seorang muslim, kita tidak boleh menyepelakan penanggalan Hijriah apalagi sampai melupakannya atau bahkan tidak menghafalnya. Penanggalan Hijriah menjadi sangat penting bagi seorang muslim karena erat kaitannya dengan urusan ibadah kepada Allah ta’ala. Seperti untuk mengetahui permulaan puasa Ramadhan, penentuan hari raya Idul Fitri, pelaksanaan ibadah haji, puasa ayyamul bidh, dll.

Beberapa hari ini kita banyak menemukan posting-an di sosial media yang membahas tentang bulan Rajab. Selain karena memang kita baru saja memasuki bulan Rajab, tentunya ada faktor-faktor lain yang membuat keyword bulan Rajab ini naik dan dicari banyak orang. Pada tulisan kali ini, InsyaAllah kita akan membahas “Ada Apa dengan Bulan Rajab?” dengan merujuk kepada kitab “Lathaif Al Ma’arif” yang ditulis oleh Ibnu Rajab Al Hanbali.

Kitab Lathaif Al Ma’arif

Sebelum membahas tentang bulan Rajab, alangkah baiknya kita berkenalan secara singkat terlebih dahulu dengan kitab dan penulisnya yang akan kita jadikan referensi dalam pembahasan ini, yaitu kitab Latha’if Al Ma’arif atau yang memiliki nama lengkap لطائف المعارف فيما لمواسم العام من الوظائف (Latha’if Al Ma’arif Fi Maa Li Mawasim Al A’am Min Al Wadzhaif).

Kitab ini membahas amalan-amalan yang bisa dikerjakan oleh seorang muslim sepanjang tahun. Ibnu Rajab mengawali kitab ini dengan menyebutkan keutamaan saling mengingatkan kepada Allah dan menutupnya dengan pembahasan untuk bersegera bertaubat sebelum seseorang tutup usia.

Ibnu Rajab membagi pembahasan dalam kitab ini sesuai dengan bulan-bulan Hijriah dan menyebutkan amalan-amalan yang berkaitan dengan setiap bulan tersebut. Namun ada tiga bulan yang tidak beliau bahas dalam kitab ini yaitu bulan Rabi’ul Akhir, Jumadal Ula dan Jumadal Akhir, karena memang tidak ada amalan khusus yang berkaitan dengan tiga bulan ini sebagaimana yang beliau sebutkan dalam muqoddimah-nya.

Ibnu Rajab Al Hanbali

Nama lengkap beliau adalah Abdurrahman bin Ahmad bin Abdurrahman bin Al Hasan bin Muhammad bin Masud Al Baghdadi Al Dimasyqi Al Hanbali. Beliau lebih dikenal dengan Ibnu Rajab Al Hanbali. Siapa “Rajab” yang dimaksud dalam nama beliau? Dikatakan bahwasanya kakek beliau yaitu Abdurrahman bin Al Hasan dikenal juga dengan nama “Rajab” sebab beliau lahir di bulan Rajab. Nah, kepada kakeknya lah beliau dinisbatkan.

Ibnu Rajab lahir di Baghdad pada tahun 736 H dan wafat di Damaskus pada tahun 795 H. Ibnu Nashiruddin Al Dimasyqi mengabarkan bahwasanya orang yang menggali liang lahad Ibnu Hajar pernah bercerita kepada beliau, bahwasanya Ibnu Rajab mendatanginya beberapa hari sebelum Ibnu Rajab meninggal dan berkata kepadanya, “Tolong galikan liang lahad untukku di sini.” Sambil beliau menunjuk sebidang tanah. Kemudian orang ini pun menggali liang lahad sesuai permintaan Ibnu Hajar. Setelah liang lahad selesai digali, Ibnu Hajar turun dan berbaring di liang lahad tersebut seraya berkata, “Ini bagus.” Kemudian beliau keluar dari lubang tersebut. Beberapa hari setelah itu, Ibnu Rajab datang Kembali ke tempat tersebut dalam keadaan sudah meninggal dan dibopong di atas keranda. Ini menunjukkan sifat zuhud beliau dan bahwasanya beliau menunggu kematian menjemputnya.

Bulan-bulan Haram

Sebelum membahas bulan Rajab, Ibnu Rajab lebih dulu menyebutkan ayat dan hadis yang menyatakan bahwasanya dalam 1 tahun itu ada 12 bulan. Dan di antara 12 bulan tersebut ada 4 bulan yang disebut sebagai bulan haram. Tiga diantara bulan tersebut terletak berurutan: Dzulqo’dah, Dzulhijah dan Muharram. Sedangkan 1 bulan lainnya itu terpisah, Rajab.

Allah berfirman:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚفَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ… ( سورة التوبة  : 36) ‏

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu. (QS At Taubah : 36)

Kemudian empat bulan haram itu dijelaskan lebih rinci lagi oleh Nabi Muhammad dalam hadisnya yang berbunyi:

”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada 12 bulan. Di antaranya ada empat bulan haram. Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Dan satu bulan lainnya adalah Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil Akhir dan Sya’ban.”

Kata “haram” dalam Bahasa arab memiliki beberapa arti. Selain berarti “terlarang” ia juga bisa berarti “suci” atau “kehormatan.” Sebenarnya isitilah bulan-bulan haram ini sudah dikenal oleh orang-orang Arab jahiliyah dan mereka menganggapnya sakral. Setelah datangnya Islam, perintah untuk menghormati bulan-bulan haram ini semakin dikuatkan. Ada beberapa alasan kenapa empat bulan ini dinamakan dengan bulan haram, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Rajab:

1.     Karena kesucian bulan-bulan tersebut dan besarnya dosa yang dilakukan di dalamnya.

Ibnu Abbas berkata, “Allah telah mengkhususkan 4 bulan dengan menjadikannya bulan-bulan haram. Allah mengagungkan kesucian bulan-bulan tersebut, menjadikan dosa yang dilakukan di bulan tersebut lebih besar dan memberikan pahala yang lebih besar pula bagi amal-amal soleh yang dilakukan pada bulan tersebut.”

2.     Karena pada bulan-bulan tersebut diharamkan untuk berperang.

Namun ulama berselisih pendapat tentang hukum haramnya berperang di bulan-bulan haram. Apakah hukum ini mansukh (terhapuskan) atau masih tetap ada.

Namun Ibnu Rajab menjelaskan bahwasanya Jumhur berpendapat hukum ini mansukh dengan dalil bahwasanya para Sahabat sepeninggal Nabi melakukan futuhat (pembebasan) dengan cara berperang dan tetap melanjutkannya saat bulan-bulan haram. Ini menunjukan bahwasanya mereka sepakat atas penghapusan hukum ini.

3.     Dinamakan dengan bulan-bulan haram di kalangan bangsa Arab supaya orang-orang bisa tenang dalam melaksanakan ibadah haji.

  • Bulan Dzulhijjah menjadi bulan haram karena pada bulan itu umat muslim melakukan ibadah haji.
  • Bulan Dzulqo’dah menjadi bulan haram karena pada bulan itu umat muslim mulai berangkat ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji.
  • Bulan Muharam menjadi bulan haram karena pada bulan itu umat muslim pulang dari Mekkah ke negeri mereka masing-masing setelah selesai melaksanakan ibadah haji.\
  • Bulan Rajab menjadi bulan haram karena bulan ini menjadi pertengahan tahun dan orang-orang melakukan ibadah umrah.

Nama Lain Bulan Rajab

  • شهر الله
  • رجب
  • رجب مضر
  • منصل الأسنة
  • الأصم
  • الأصب
  • منفس
  • مطهر
  • مقيم
  • هرم
  • مقشقش
  • مبرئ
  • فرد
  • رجم
  • منصل الألة
  • منزع الأسنة
  • معلى

Hukum-hukum yang Berkaitan dengan Bulan Rajab

1.     Sesembelihan khusus bulan Rajab (Atiirah atau Rajabiyah)

Pada zaman dahulu orang-orang Arab jahiliyah biasa menyembelih sesembelihan khusus di bulan Rajab dan menamakannya Atiirah atau Rajabiyah. Ulama berbeda pendapat apakah perbuatan ini dibatalkan oleh Islam atau tetap berlanjut dalam Islam. Namun Ibnu Rajab menjelaskan pendapat mayoritas ulama yang berpandangan bahwa Atiirah atau Rajabiyah hukumnya telah dihapuskan dalam Islam. Dalil yang mereka pakai adalah hadis Bukhari-Muslim, dari Abu Hurairah, Nabi bersabda, “Tidak ada lagi faro’ (anak pertama dari unta atau kambing yang dipersembahkan kepada berhala-berhala) dan Atiirah.”

2.     Sholat khusus pada bulan Rajab (Shalat Raghaib)

Sering kita dapati anjuran-anjuran untuk melaksanakan shalat khusus bulan Rajab pada malam tertentu dengan tambahan amalan-amalan tertentu dan dijanjikan dengan balasan-balasan tertentu.

Terkait hal ini Ibnu Hajar berkata, “Adapun tentang shalat, maka tidak ada shalat yang khusus untuk dilakukan pada bulan Rajab. Dan hadis-hadis yang menyebutkan keutamaan shalat raghaib di malam Jumat pertama pada bulan Rajab itu dusta dan tidak benar. Shalat raghaib ini merupakan sesuatu yang diada-adakan menurut jumhur ulama.” Kemudian Ibnu Hajar menyebutkan ulama muta’akhkhirin yang mengatakan hal serupa, di antaranya Abu Ismail Al Anshari, Abu Bakr bin As Sam’ani dan Abu Al Fadhl bin Nashir. Kenapa tidak ada ulama mutaqaddimin yang mengatakan hal serupa? Karena, kata Ibnu Rajab, perkara ini baru ada setelah mereka tiada. Jadi mereka tidak pernah membahas perkara ini karena memang tidak pernah ada pada zaman mereka. Perkara ini pertama kali muncul setelah tahun 400-an Hijriah.

3.     Puasa khusus di bulan Rajab

Selain anjuran untuk melakukan shalat khusus di bulan Rajab, kita juga sering mendapati anjuran-anjuran untuk melakukan puasa sebulan penuh di bulan Rajab atau puasa pada hari-hari tertentu di bulan Rajab dan dijanjikan dengan balasan-balasan khusus.

Ibnu Rajab mengomentari hal ini dengan berkata, “Tidak pernah ada hadis shahih dari Nabi ataupun dari sahabat-sahabatnya yang menyebutkan keutamaan berpuasa khusus bulan Rajab.”

Ibnu Rajab membawakan sebuah riwayat dari Abu Qilabah bahwasanya ia berkata, “Di surga ada sebuah istana khusus untuk orang-orang yang berpuasa di bulan Rajab.” Kemudian beliau menyebutkan komentar Al Baihaqi tentang riwayat ini. Al Baihaqi berkata, “Abu Qilabah termasuk pembesar tabi’in dan dia tidak menyampaikan riwayat itu melainkan hanya kabar tanpa sanad. Riwayat yang ada adalah hadis Mujibah Al Bahiliyah dari ayahnya atau dari pamannya yang menyatakan anjuran berpuasa di bulan-bulan haram seluruhnya (bukan terkhusus di bulan Rajab).

Diriwayatkan bahwasanya Umar pernah memukul telapak tangan orang-orang yang melakukan puasa khusus di bulan Rajab. Dalam Riwayat lain juga Abu Bakrah (seorang sahabat) pernah mengingkari keluarganya yang bersiap-siap melakukan puasa khusus bulan Rajab. Ini menunjukan bahwasanya pendapat para Sahabat terkait puasa khusus di bulan Rajab.

4.     Isra dan Mi’raj

Kita sama-sama meyakini bahwasanya Isra dan Mi’raj adalah peristiwa besar yang dicatat dalam sejarah umat Islam. Pada malam itu disyariatkan perintah shalat yang mana itu adalah tiang agama seorang muslim.

Namun tidak ada yang tahu pasti kapan terjadinya peristiwa Isra dan Mi’raj ini. Ibnu Rajab berkata, “Telah diriwayatkan dengan sanad yang tidak shahih dari Al Qasim bin Muhammad (cucunya Abu Bakr) bahwasanya peristiwa Isra’ terjadi pada tanggal 27 Rajab.”

Kesimpulan

Setelah membaca pemaparan di atas mungkin ada sebagian yang menyimpulkan bahwasanya kita dilarang untuk melakukan amalan-amalan sunah di bulan Rajab. Ini adalah pemahaman yang keliru. Justru merupakan sebuah kebaikan apabila kita memperbanyak amalan-amalan di bulan Rajab seperti berpuasa Senin dan Kamis, puasa ayyamul bidh, memperbanyak shalat malam, shalat dhuha, bersedakah atau amalan-amalan lainnya karena bulan Rajab termasuk bulan haram (suci) yang mana pahala amal kebaikan di dalamnya dilipat gandakan oleh Allah ta’ala.

Pemahaman yang kurang tepat adalah ketika kita meyakini di bulan Rajab ada amalan-amalan khusus, dilakukan dengan cara-cara khusus dan akan diganjar dengan pahala-pahala khusus. Karena memang tidak ada hadis shahih dari Nabi yang menyatakan hal tersebut.

Ibnu Rajab berkata, “Bulan Rajab adalah kunci untuk bulan-bulan penuh kebaikan dan keberkahan.”

Abu Bakr Al Warraq Al Balkhiy berkata:

شهر رجب شهر الزرع, وشهر شعبان شهر السقي للزرع, وشهر رمضان شهر حصاد الزرع

Bulan Rajab adalah bulan untuk menabur. Bulan Sya’ban adalah bulan untuk menyirami. Bulan Ramadhan adalah bulan untuk memanen.

بيض صحيفتك السوداء في رجب * بصالح العمل المنجي من اللهب
شهر حرام أتى من أشهر حرم * إذا دعا الله داع فيه لم يخب
طوبى لعبد زكى فيه له عمل  * فكف فيه عن الفحشاء والريب

labibamuayyad

labibamuayyad

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *